Tanpa ragu-ragu Dedi Nelson Fachrurozi, 45, General Manager dari sebuah hotel internasional berbasiskan syariah, menyebutkan dirinya sebagai orang dengan masa kecil yang gadang (besar) di surau (mushala). Malah pengalaman hidup semasa di surau untuk belajar mengaji Al Quran serta pendidikan informal lain mengenai ilmu agama Islam telah menguatkan pengetahuan yang diperolehmya dalam pendidikan formal untuk tampil memimpin sebuah hotel berbintang yang menerapkan sistem syariah.
Sepintas melihat wajah atau profil dirinya, sepertinya agak sulit meyakini pria berkulit kuning langsat yang mirip warga Tionghoa ini berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat. Tetapi setelah ditelusuri mengenai pribadinya, semua unek-unek dirinya mulai dari masa kecil sampai menjadi orang penting dalam memimpin berbagai hotel bertaraf internasional bisa terungkap habis.
“Menempati jabatan General Manager di Hotel Madani Medan bukan serta merta atau dengan karbitan, tetapi panjang sejarah dalam urutan pengalaman yang dijalani sebelumnya,” kata pria kelahiran 1963 di Nagari Lima Kaum, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat dalam suatu percakapan khusus dengan Waspada Minggu (20/6) di ruang kerjanya.
Sebagai orang yang dibesarkan di surau, tempat resmi belajar mengaji Al Quran bagi anakanak balita dan pemuda di Sumbar, Dedi Nelson Fachrurozi (foto) mengaku tidak begitu kaget sewaktu ditawari memimpin sebuah hotel internasional bernuansa syariah itu karena siap untuk dikombinasikan dengan ilmu agama yang diperoleh di surau serta sewaktu belajar di pendidikan formal sampai perguruan tinggi.
“Mulai usia sekolah saya bersama rekanrekan pria lainnya di kampung sudah diharuskan tidur di surau usai belajar Al Quran serta menerima ceramah soal agama Islam,” kata Dedi Nelson Fachrurozi yang mengaku tidur di surau hampir merata berlaku bagi semua anak laki-laki di Minangkabau, hanya anak perempuan yang boleh tidur di rumah.
Walau sebagai orang surau yang ditempa dengan ilmu agama Islam, menurut Dedi, tidak mengharuskan santri surau itu bersekolah di sekolah agama tetapi bebas memilih ke sekolah umum seperti SMP dan SMA. Buktinya dia sendiri luluasan SMA Negeri I Batusangkar.
Jadi dasar itulah, rata-rata pemuda dan pemudi tidak perlu diragukan lagi mengenai pengetahuan tentang Islam, apalagi soal membaca Al Quran, orang-orang surau itu sudah hampir semua khatam Al Quran yang diadakan dalam suatu acara khusus bagaikan kenduri besar dengan memotong lembu ataupun kerbau.
Jadi suksesnya Dedi Nelson Fachrurozi itu memimpin hotel syariah berbintang seperti Hotel Madani juga tidak terlepas dari keberhasilan orang yang dibesarkan di surau. Begitupun, dia mengaku terkadang orang kota, tidak begitu banyak tahu tentang itu karena surau sering diartikan dengan lapau akibat mereka itu tidak pernah mengalami hidup di surau.
Sebenarnya dia tidak menyangka akan bekerja di Medan, apalagi sampai akhirnya memimpin sebuah hotel internasional syariah. Karena latar belakang pendidikan sejak SD sampai SMA adalah di kampung halaman di kota Batusangkar, kirakira 102 km dari kota Padang. Tetapi dikarenakan ada tawaran beasiswa dari pemerintah bagi lulusan SMA berprestasi, Dedi membulatkan tekatnya untuk memilih kuliah di Akademi Bahasa Asing di Medan.
“Kalau saya ingat beasiswa yang didapati itu, saya ini tak ubahnya bagaikan Malin Kundang, gara-gara berhasil memperebutkan peluang kerja di Medan akhirnya lupa mengabdi untuk kampung halaman,” kata Dedi yang mengaku beruntung mengabdi di kota besar seperti Medan, karena kalaupun kembali ke Sumbar usai menamatkan kuliah, paling-paling bekerja sebagai guru di sana.
Sebelum memimpin Hotel Madani yang menerapkan sistem Syariah, Dedi mengaku telah melanglangbuana mengabdi pada berbagai perusahaan besar, yang umumnya bergerak di bidang perhotelan dan kepariwisataan.
“Saya memulai karir, usai menjalani pelatihan khusus mengenai perhotelan, di Aerowisata, anak perusahaan milik Garuda, kemudian bergabung dengan SOL Melia, milik Spanyol, seterusnya dengan Semboway PTE, perusahaan milik Singapura,” kata Dedi yang mengaku sebelum bergabung dengan Hotel Madani Medan, dia sempat bekerja di Hotel Tiara dan Hotel Grand Angkasa dengan jabatan terakhir sebagai F&B Operation Manager.
Sementara memimpin Hotel Madani yang syariah itu, menurut Dedi, dia menerapkan Strategi yang meliputi ide atau impian, kecepatan membaca pasar dan kecepatan bertindak. Tiga prinsip inilah yang dikembangkannya sehingga Hotel Madani yang dipimpinnya sejak berdiri tahun 2006 dengan 173 kamar, kini rata-rata 70 persen terisi dengan 40 persen berasal dari Malaysia, dan 30 persen penginap campuran, terutama berasal dari Aceh. (m23)
Selasa, 24 Agustus 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar