Senin, 10 Mei 2010

Kiat Sukses " Dedi Nelson "



Dedi Nelson Fachrurrozy General Manager Madani Hotel Medan –
Bekerja dari Hati

Saturday, 03 April 2010 00:24
Setiap kali kita mendengar nama Madani Hotel yang berlokasi di Jalan Sisingamangaraja/Amaliun No 1 Medan, pasti langsung terlintas sebuah hotel yang dikenal bernuansa Islami. Mulai dari penampilan karyawan-karyawatinya dan cara pelayananan mereka kepada para tamu yang datang, nama-nama ruangan (menggunakan nama Arab), nama-nama menu makanannya, dan sebagainya. Lalu siapakah orang yang mensetting konsep hotel Madani ini? Ternyata dia adalah Dedi Nelson Fachrurrozy, yang tidak lain dan tidak bukan General Manager Madani Hotel.

Senyum ramah Dedi Nelson mengembang saat menghampiri Global yang menunggunya di ruangan loby Madani Hotel, Kamis siang (1/4). Mengenakan stelan kemeja putih, dipadu dasi merah dan jas abu-abu, Dedi menyapa hangat dan mengajak Global ke ruangan restoran hotel tersebut.

Ya, hari itu sesuai dengan janji yang dibuat sebelumnya, Dedi Nelson memang sengaja meluangkan waktunya untuk diwawancara Global seputar perjalanan karir dan juga kiat-kiatnya untuk mencapai kesuksesan.

Setelah meminta beberapa menu makanan dan minuman pada waiter, Dedi Nelson memulai kisah hidupnya. Matanya sejenak menerawang ke masa kecil di sebuah perkampungan di Sumatera Barat. Nama kampong itu Limo Kaum, Batusangkar.

Pria kelahiran 25 Maret 1965 ini dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang taat beragama dan dibiasakan untuk disiplin sejak kecil. Sebagai anak dari keluarga petani ulung, sejak duduk di bangku SD, Dedi sudah terbiasa memandikan kerbau dan memotong rumput.

Pada waktu SMP, Dedi terbiasa pula membantu ibunya yang berjualan "katupek" (lontong ketupat- kalau di Medan), dengan bagian pekerjaan memarut kelapa untuk santan sayur "katupek" tersebut. Pekerjaan memarut kelapa itu dilakukannya setiap sore. "Saya memang sudah terbiasa hidup disiplin dan teratur sejak kecil," cerita Dedi memulai kisahnya.

Pada waktu SMA, kebiasaan itu pun tetap berlangsung. Setiap pagi ia harus mengikuti kursus Bahasa Inggris, dan siang harinya sekolah, lalu setelah pulang sekolah membatu sang ibu memarut kelapa. "Saya jarang main-main seperti anak lainnya, karena tak punya waktu," ungkapnya.

Di SMA tempatnya menimba ilmu, Dedi selalu menjadi ketua kelas atau wakil ketua kelas. Hingga akhirnya tamat SMA, Dedi mendapat beasiswa dari yayasan yang dikelola Ibu Nelly Adam Malik untuk melanjutkan kuliah ke STBA Swadaya Medan. Tapi syaratnya, setelah tamat kuliah nantinya, Dedi harus kembali untuk mengabdi pada kampung halamannya Batusangkar.

Selama kuliah di STBA Swadaya, Dedi terbilang mahasiswa yang berpengaruh. Ia aktif di Resimen Mahasiswa dan juga KNPI. Namun dalam kesibukannya kuliah dan berorganisasi, ia juga masih menyempatkan diri memberi les private untuk anak-anak SMP.

Berawal dari pidato

Pada tahun 1987, Dedi menamatkan kuliahnya di STBA Swadaya. Namun tiba-tiba ia gamang ketika sang ibu yang datang pada hari wisudanya mengajak pulang kampung. Ya, Dedi sendiri masih ingat kalau beasiswa yang diterimanya selama menyelesaikan kuliah ada ikatan dinasnya, bahwa seusai tamat, ia harus mengabdi pada kampung halamannya.

Kepada sang ibu, Dedi mengatakan tak akan pulang kampung dulu, tapi ingin coba-coba melamar pekerjaan di Medan. Sang ibu pun tak bisa memaksa. Dan Dedi pun mulai mencoba melamar pekerjaan ke Hotel Polonia. Dan bermula dari sinilah akhirnya membuat Dedi mulai melanglang buana dari satu hotel ke hotel lainnya.

Lamaran yang diajukan Dedi ke Hotel Polonia mendapat jawaban dari pihak Hotel Polonia. Dedi disuruh datang ke hotel tersebut. Saat ia datang, baru diketahui kalau di hotel tersebut ada pelatihan hotel yang pertama kalinya diadakan di Kota Medan, dengan penyelenggaranya Dinas Pariwisata dan Pemko Medan. Pelatihan yang berlangsung 3 bulan itu diikuti ratusan peserta.

Pada acara penutupan pelatihan yang diadakan di Hotel Tiara Medan, Dedi diminta berpidato memberikan sepatah kata mewakili peserta lainnya. "Saya berpidato di depan Dirjen Pariwisata, dan selesai berpidato semua orang menyalami saya sambil mengatakan pidato saya sangat bagus," cerita Dedi sambil tersenyum mengingat masa itu.

Tak berapa lama usai menyampaikan pidato, Dedi didatangi pihak manajemen Hotel Tiara. Ternyata Dedi ditawarkan untuk bekerja di Hotel Tiara. Dedi menerimanya. Berawal menjadi waiter selama 3 bulan, Dedi kemudian naik posisi menjadi supervisor.

"Saya banyak belajar dari Hotel Tiara ini, apalagi di sini saya bekerja selama 6 tahun sampai tahun 1993," ungkap pria yang hobi melukis ini.

Pada tahun 1993, Dedi kemudian pindah kerja ke Hotel Pusako Bukittingi sebagai manager sampai tahun 1998. Lalu pada tahun 1998 pindah ke Pulau Bintan, bekerja dengan perusahaan Spanyol, mendapat kepercayaan menjadi FB Manager yang mengelola hotel, villa dan restoran.

Di Pulau Bintan itu Dedi banyak belajar, karena market hotel, villa dan restoran yang dikelolanya berkonsep internasional. Di sini pula Dedi banyak belajar tentang disiplin, respek, invatif dan team work.

Namun pada tahun 2001, Dedi meninggalkan pekerjaannya di Pulau Bintan dan kemudian menjadi FB Manager di Grand Angkasa Hotel. Di sini pun Dedi mengaku banyak belajar dari sosok General Manager hotel ini bernama James T.

"Dari beliau saya banyak terinspirasi, dan banyak belajar tentang kesabaran serta bagaimana kita bisa bekerja dengan hati," ujar Dedi.

Menurut Dedi, ia memang sangat merasakan manfaatnya bahwa dengan bekerja dari hati, seberat apa pun pekerjaan jadi mudah dan lancar. Di sini juga Dedi mendapatkan pelajaran bahwa rahasia hidup adalah kesimbangan emosi.

Selama 5 tahun menjadi FB Manager di Grand Angkasa Hotel, pada tahun 2006 Dedi mendapat kepercayaan untuk menjadi General Manager Madani Hotel. Ia tidak duduk manis menerima posisi itu setelah pembagunan hotel selesai. Tapi Dedilah yang memang mensetting mulai dari nama, logo, pembangunan, konsep pelayanan dan market, bahkan komposisi personil hotel.

"Saya sangat terharu, ketika hotel ini diresmikan dulu. Ya…wajar karena semua konsepnya memang hasil settingan saya. Dan saya juga senang karena meski konsep Madani Hotel bernuansa Syariah, tapi tamu yang menginap bukan hanya dari agama Islam saja tapi dari agama lainnya. Sudah pasti mereka memilih menginap di hotel ini karena perbedaan Madani Hotel dengan hotel-hotel lainnya di Medan," kata Dedi seraya menyebutkan sejumlah nama pejabat pusat yang menginap di hotel tersebut.

"Satu kelebihan hotel ini adalah siapa pun yang menginap akan merasa nyaman dan aman," tambah Dedi tersenyum penuh makna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar